Don't make friends with bad persons, who are negatives or hurt you pyshically and mentally; it makes sense. Don't marry them, it makes sense. Don't make friends or don't have married with someone who are not in your race, your tribe, who don't have faith in the same religion as yours; it doesn't make sense. At all. You are not Hitler. And we've passed millenium, people. All we need is love. Peace, MG.

Friday, May 27, 2011

Tik tok tik tok!

Waktu semakin terasa seperti ejakulasi dini, berlalu cepat sekali
Djenar Maesa Ayu





Tik May 27th
Deadline softcover June 24th
Sidang July 4th - 8th

Basmallah.

Thursday, May 26, 2011

Conversation with (Absolutely Not a Desperate) Housewife

I welcome myself to write and share anything in this blog,
Do as your please,
Let me write and share in peace

Sebagai anak pertama dan anak perempuan satu-satunya dalam keluarga, saya termasuk bawel. Bawel dalam artian, saya tidak segan-segan memulai percakapan dengan mama yang berujung curhat, sharing, diskusi, atau debat. Tentang hal-hal apa pun. Mulai dari teman, masalah kampus, mimpi-mimpi saya, partner saya, konsep keperawanan, agama, masakan, fashion, pemain film, hingga hal-hal yang akan selalu berakhir dengan perdebatan tanpa solusi seperti pembicaraan tentang konsep dunia yang hanya ada dalam pikiran saya - sebuah utopia. Percakapan itu mewarnai sore ini, Kamis 26.05.11.

Pembicaraan menarik (bagi saya) ini terjadi dengan keisengan saya menceritakan salah satu keinginan absurd saya untuk tidak memberi anak saya agama ketika lahir, suatu hari kelak jika saya sudah punya anak. Sebuah respon kumulatif yang terpicu salah satunya oleh quotation ini. Reaksi mama kurang lebih persis seperti reaksi partner saya.

"Retti ini gimana.. Mama uda berkali-kali bilang, di mana kita berpijak di situ langit dijunjung. Kalau Retti pengennya kayak gitu, ya jangan hidup di Indonesia. Di Indonesia kita ga bisa hidup seperti itu.."

"Retti mau anaknya Retti diolok-olok temennya, dibilang atheis? Dibilang kafir?"

- Ya kan Retti ga ngelarang anak Retti kalo mau beragama. Gak juga gapapa. Kalo akhirnya dia mau beragama, ya gapapa lah, silakan pilih yang cocok dengan hati kamu gitu

"Lah, ya ga bisa semudah itu donk.. Emang kalau masih kecil dia ngerti apa? Kalau nanti Retti kerja, suami Retti kerja juga. Terus anaknya Retti pendiem gitu, ga suka cerita kayak Retti gini, tiba-tiba di rumah dia diem aja, sedih. Ternyata gara-gara dikucilin sama temen-temennya. Retti tega ngeliat dia sedih kayak gitu?"

- Ya engga lah. Itu juga sih yang bikin Retti ga bakal merealisasikan konsep itu hahaha. Mama kayak Sophan deh ngomongnya

"Emang Sophan bilang apa?"

- Ya kayak yang mama bilang tadi. Terus menurut dia, anak tuh sebaiknya dikasih agama dulu, diarahin. Perkara nanti dia mau pindah atau gimana ya gapapa


"Nah iya maksud mama juga gitu. Ya misalnya papa mamanya dua-duanya Katolik gitu, ya gapapa Katolik dulu. Nanti seiring berjalannya waktu, kalau dia menemukan dirinya dia lebih cocok ke Islam misalnya, ya pindah gapapa.
PINDAH AGAMA ADALAH HAK ASASI SETIAP ORANG.
Kalo Retti punya konsep kaya tadi ya gapapa tapi jangan tinggal di Indonesia. Anaknya Retti bisa menderita kalau tinggal di sini. Iya kalau anaknya Retti sepemikiran kaya Retti, kalau enggak? Menurut mama, Retti egois kalau kaya gitu.
Dan Retti juga JANGAN KESEL KALAU ADA ORANG-ORANG SE-EGOIS RETTI."


Saya merasa tertampar lho. Di pikiran saya terbayang orang-orang atau organisasi-organisasi atas nama agama yang bertujuan memaksakan agamanya pada masyarakat, terutama di Indonesia tempat saya tinggal. Saya jijik hanya dengan membayangkan disamakan dengan mereka.

Ini yang paling saya suka kalau berbicara dengan mama. Kami sering kali berbeda pendapat (seperti orang tua dan anak pada umumnya), namun mama selalu memberi saya perspektif lain yang tidak saya dapatkan dari teman-teman (terutama yang berpikiran sama dengan saya), dosen, atau orang lain yang kebetulan berdiskusi dengan saya. Saya mengagumi banyak wanita cantik dan pintar yang seliweran di luar sana, mereka yang berpendidikan dan berkarya sehingga hasil kerjanya membawa kemajuan di setiap bidang yang mereka tekuni. Tapi mama adalah wanita yang hasil karyanya paling berpengaruh dalam hidup saya, dan mama (hanya) seorang ibu rumah tangga.



"Do you think I'll wake up one morning and regret not being a lawyer?"

"Yes, I'm afraid that you will."

"Not as much as I'd regret not having a family, not being there to raise them. I know exactly what I'm doing and it doesn't make me any less smart. This must seem terrible to you."

"I didn't say that."

"Sure you did. You always do. You stand in class and tell us to look beyond the image, but you don't. To you a housewife is someone who sold her soul for a center hall colonial. She has no depth, no intellect, no interests. You're the one who said I could do anything I wanted. This is what I want."




So I have the best mom in the entire universe, I couldn't expect more. And I know what I want to be. Absolutely not a housewife, but more.


Tuesday, May 24, 2011

Vanity Fair

“Cinta diri sendiri menasihati aku supaya memberi sedekah kepada kaum miskin agar budi nuraniku tertidur dan hidup dalam kedamaian …. Tetapi ya Tuhan, yang keterlaluan ialah bahwa cinta diri sendiri itu adalah cinta curian…”


Ia menutup buku hitam itu lalu memandang tulisan emas di sampulnya: Veni Domine, Datanglah Tuhan. Telah lama ia menanti, dan rasanya yang Maha Mengerti belum datang untuknya. Bahkan hingga tahun dimana dunia diramalkan musnah. Pada tahun 2012, dunia berbeda dengan tempat yang kita huni semasa ini. Padahal jaraknya hanya beberapa bulan dari sekarang. Tapi semua memang berubah bukan? Seperti homo erectus yang berevolusi menjadi manusia dan sahara yang dulu oase menjelma gurun. Begitu pula dengan wanita pada tahun 2012. Mereka menjadi banyak. Sangat banyak. Dominan. Satu-satunya jenis manusia yang ada di muka bumi, sementara hewan masih terdiri dari jantan dan betina.


Dunia hancur? Tidak. Mungkin belum. Teknologi telah mempermudah proses reproduksi. Jutaan sperma berkualitas yang tersimpan di ribuan bank di seluruh dunia disuntikkan ke dalam ribuan rahim wanita yang bersedia mengandung dan melahirkan. Soal merawat, itu hal lain. Namun seperti dikutuk Tuhan, tidak seorang pun bayi yang lahir dari proses tersebut berjenis laki-laki. Ironis, tidak seorang pun laki-laki masih hidup namun sperma-sperma itu dinyatakan tidak akan habis sampai tujuh puluh tujuh kali tujuh tahun. Dan bukan tidak mungkin bahwa ada seseorang yang akan menemukan alat untuk menggandakan mani. Itupun kalau tahun ini dunia tidak musnah.


"Tidak apa, ini bukan kutukan", katanya. "Kalau yang kalian khawatirkan adalah kehilangan peran pelindung dan pengayom, banyak wanita yang lebih baik menjalankan fungsi itu daripada laki-laki. Sebut saja ibu-ibu di Sumatra Utara yang gagah berani menghadang FPI ketika mereka hendak diusir dari ladang. Kalau yang kalian risaukan adalah kehilangan peran pencari nafkah utama keluarga, contohlah ibu-ibu yang menjual minyak kelapa ketika krisis ekonomi dan suami-suami mereka di-PHK. Lagipula, mana ada wanita zaman sekarang yang susah mencicip pendidikan dan tidak berhak bekerja? Laki-laki yang menyiram air keras ke wajah dan badan wanita-wanita yang pergi bersekolah sudah musnah. Mereka hilang ditelan kesombongan mereka sendiri. Apa? Kalian menanyakan kepuasan seksual? Kenikmatan dari penetrasi melalui vagina kalian itu hanya mitos. Kalian kan pintar, apalah gunanya leluhur kita membangun arca lingga kalau bukan dimanfaatkan sebagai inspirasi mainan seks? Rabalah diri kalian sendiri, itu bentuk penghargaan yang tinggi bagi anugrah yang diberikan Tuhan untuk kita."


Akhir tahun 2011, kerusuhan komunal kembali terjadi di Ambon seperti pada masa 1999-2002. Kekasihnya tewas dalam sebuah kericuhan. Sejak itu ia dengan lantang memeluk pagan. Yang fundamentalis. Sebuah peralihan ekstrem dari agama wahyu yang dulu ia anut erat. Teori pendulum. Ada yang menyesaki dadanya ketika itu. Ketika ia mencari namun tidak pernah menemukan jawaban. Ia hilang dalam pikirannya sendiri. Saat laki-laki terakhir dinyatakan mati dalam sebuah perang, ia yakin bahwa inilah jalannya. Namun sekali lagi, ia merasa hilang. Perlahan ia merangkak ke masa lalunya.


Ada mimpi-mimpi yang muncul akhir-akhir ini. Semua datang dalam tidurnya setelah mengucap doa tentang cinta curian. Seperti malam ini.


Ada kekasihnya di sana. Mereka membicarakan hal-hal yang nyata dalam keberadaan mereka yang tak nyata. Sebuah mimpi dengan latar setahun lalu.


"Aku senang memimpikanmu, tapi tidak pada waktu ini."

"Mengapa?"

"Karena ini terakhir kali kita bercinta, lalu kamu pergi. Lalu mati. Mengapa kamu harus pergi?"

"Karena aku manusia."

"Orang-orang itu tidak pernah mengganggu kita. Biarkanlah mereka dengan perselisihan mereka. Untuk apa kamu turut campur?"

"Kamu ingat buku yang kita baca bersama itu? Kesalahan kaum sekular adalah membiarkan agama jatuh ke tangan kaum fundamentalis. Kita manusia, diberi akal budi bukan untuk tidur.

"Kamu cuma orang yang sok! Tidak tahu apa-apa! Bisamu hanya bicara saja! Tahu apa kamu tentang agama kamu sendiri? Aku tidak pernah lihat kamu beribadah! Kitab sucimu sendiri tidak pernah kamu baca, kamu menyangsikannya!"

"Aku tidak perlu buka kitab suci untuk mengerti kalau Tuhan itu baik dan kita semua sama di mata Tuhan! Aku percaya itu dan aku tidak perlu pembuktian!"


Lalu laki-laki itu berjalan meninggalkannya dengan tergesa, marah.

Seketika ia tahu mengapa yang Maha Mengerti selalu hadir namun tak pernah ia rasakan. Ia terbangun.


Tidak semua orang harus jadi pejuang, kita punya peran masing-masing.

Ingat film yang kita tonton bersama dulu?

Kesombongan adalah dosa kesukaanku, kata setan dalam film itu.

Kamu dan aku telah sombong.

Atau kami semua, yang masih diizinkan hidup?

Tiba-tiba perut bawahnya mengejang, kontraksi. Air ketuban pecah. Sudah saatnya.


Tangis bayi menyayat telinga. Semua yang membantunya melahirkan menangis. "Jangan tangisi aku, tangisilah diri kalian sendiri", lirih. Tak lama kemudian, ia menghembuskan napas terakhir. Wanita-wanita itu memang bukan menangisinya, melainkan makhluk hidup tak berdosa yang kini ada di tangan mereka. Terharu. Seorang bayi laki-laki.


Mungkin dunia belum boleh kiamat.

Friday, May 6, 2011

Semiostressika

Yang tak termaknai, tanda-tanda yang tak terhingga
Yang tak pernah lekang, ilmu turunan Peirce dan Saussare
Aku ingin memahamimu dengan sederhana
Bukan seperti nasib kata yang tak sempat dibisikkan asap kepada api
Seperti kata Sapardi
Bukan juga dalam rentang waktu seratus tahun lagi
Seperti kata Chairil
Aku ingin memahamimu dalam tempo yang sesingkat-singkatnya
Seperti kata teman setia Hatta

Tapi tak bisa
Kemarin, kini, hingga Juli nanti, pikiranku meradang, menerjang
Bagaikan yang terbaring antara Karawang-Bekasi
Tak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi
Kemarin, kini, hingga Juli nanti