Selasa, 19 Juni 2012. Penanda waktu di layar ponselnya menunjukkan
pukul 11:47. Sambil menyandarkan diri pada bangku di bus Damri jurusan
Putussibau – Sintang, dia menolehkan kepala pada kawan seperjuangan yang masih
berada dalam jarak pandangnya. Abdul Aziz Jaziri, pengajar muda angkatan II,
yang sekarang telah habis masa pengabdiannya di SDN 05 PB Penai. Mulai tahun
ajaran baru, tanggung jawab pada pundak Aziz dialihkan pada dia, penggantinya.
Di belakang Aziz duduklah Didi Suryana, kawannya yang juga baru meyelesaikan
pelatihan intensif pengajar muda angkatan IV. Yang sedang tidur persis di
sebelahnya adalah Mirah Mahaswari, juga pengajar muda angkatan IV, yang akan
mengabdi di kecamatan sebelah.
Berusaha tidak terlalu memikirkan apa yang menantinya di desa, dia
memasang headset pada ponsel,
menyalakan aplikasi pemutar musik, memilih opsi shuffle. Satu per satu
isi playlist-nya mengalun hingga sampailah pada sebuah lagu yang
membuatnya tersentak.
“Sementara
Lupakanlah rindu
Sadarlah hatiku
Hanya ada kau dan aku”
Sadarlah dia. Mulai saat itu, hanya akan dia dan dirinya, dia dan
hatinya, dia dan desanya, dia dan (calon) anak-anaknya. Sebaris puisi Rendra
terngiang dalam kepalanya.
“Aku pergi dan
kakiku adalah hatiku
Sekali pergi
menolak rindu”
Pada kampung halaman, kerabat maupun sahabat. Mulai saat itu hingga
setahun mendatang. Setahun hanyalah sementara, bukan waktu yang kekal, mungkin
juga tidak cukup untuk memberi pendidikan yang layak sebagai bekal. Tapi dia
sudah berikrar, saat pertama sampai di Putussibau, Minggu, 17 Juni 2012,
disaksikan aliran sungai terpanjang di negeri ini.
Sungai Kapuas
Menceburkan diri
padanya
minum dari arusnya
hari ini untuk
setahun dan selamanya
Ini bukan tentang dia. Yang utama bukan kesejatian dirinya, tapi
kemajuan desa dan anak-anaknya. Ilmu pedadogisnya baru seumur jagung,
wawasannya juga baru selebar punggung. Namun dia percaya, dia tidak sendiri.
Mimpinya adalah mimpi jutaan anak negeri. Namun dia percaya, tindakan nyata lah
yang membuat asa menjadi berarti.
Dari kawan-kawannya, dia mengalihkan pandangan ke jendela. Bus melaju
melalui jalan beraspal yang naik turun, dengan hutan di kanan kirinya. Langit
biru mengiringi perjalanannya ke Penai. Setelah kurang lebih delapan jam
menempuh jalur darat dan satu setengah jam melalui jalur air, akhirnya dia
pulang. Untuk setahun dan selamanya.
Terima kasih kepada Float yang mencipta Sementara dan
Rendra yang menulis Lagu Angin (:
No comments:
Post a Comment