Jiwa yang pernah mengenal
Bisa alpa dan juga terlupakan
Aku pernah menemui yang serupa pada raga-raga lama
Di antara jarak pandang kami ada sekat
Pada raga yang pernah sering menggaung di kubah-kubah milik Isa
Ada cerita-cerita malam terungkap
Jari jemari kami menari dan wajah kami bertatapan melalui layar, bukan yang terkembang dan tidak dapat disibak
Dia singgah sebentar, tapi penuh terkuak, terdedah, terkangkang
Sekarang gerai rambutnya sudah terjuntai pada wangi yang pernah memintasi Samudra Hindia
Tapi kekaguman kami lapang
Ada batas serupa asap, meski tak betul pekat
Kemudian hadir yang dibingkai mazhab
Dari kelu yang melata karena kata-kata
Menyempal binar yang kentara di antara beku
Namun bukan seperti Mariamin dan Amiruddin dalam Azab dan Sengsara, dimana luka antara mereka muncul karena terbuka
Batas itu sementara, dan (mungkin akan selamanya) lekat, karena kejujuran yang tertahan.
No comments:
Post a Comment